Pages

Minggu, 04 Januari 2015

Sholat Tarawih


M A K A L A H

Shalat Tarawih




Dosen Pembimbing :
Haeri, S.HI, M.HI






Disusun Oleh :



FATHORRAHMAN
201410020311009



UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN AKHWAL ASSAKHSYIAH ( SYAR’IAH )
MALANG
2015
------------------------------------

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Shalat  tarawih  hanya  disyariatkan  di  dalam  bulan Ramadhan.  Di  luar  Ramadhan,  tidak  disyariatkan  shalat tarawih. Meski pun seseorang melakukan shalat sunnah pada malam hari, namun kalau bukan di dalam bulan Ramadhan, namanya  bukan  tarawih,  melainkan  sekedar  shalat  malam atau tahajjud.
Tarawih Bukan Tahajjud
Rasulullah  SAW  tiap  malam  secara  rutin  mengerjakan shalat tahajjud, baik di dalam bulan Ramadhan maupun di luar  bulan  Ramadhan.  Namun  di  luar  shalat-shalat malamnya  itu,  secara  khusus  di  malam  bulan  Ramadhan beliau  mengerjakan  satu  jenis  shalat  sunnah  khususu  dan unik, yang kemudian disebut dengan shalat tarawih. Perbedaan  paling  signifikan  antara  shalat  tarawih dengan tahajjud adalah pada bulannya. Shalat tarawih hanya dilakukan  di  malam  bulan  Ramadhan,  sedangkan  shalat tahajjud  dikerjakan  kapan  saja,  baik  di  dalam  bulan
Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan. Selain  itu,  shalat  tarawih  dikerjakan  di  awal  malam bergandengan  dengan  shalat  Isya’,  yang  dicontohkan  oleh Nabi  SAW  secara  berjamaah  di  masjid.  Sedangkan  shalat tahajjud dikerjakan di akhir malam setelah bangun dari tidur, lebih  sering  beliau  mengerjakannya  secara  sendirian  di rumah  beliau,  walau  pun  ada  riwayat  pernah  dilakukan dengan berjamaah di masjid.
Waktu  yang  paling  utama  untuk  melaksanakan  shalat malam atau tahajjud ini adalah sepertiga malam terakhir atau menjelang  fajar. 



B.     Tujuan Penulisan adalah :

  1. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang  Eksistensi Solat tarawih
  2. Untuk menjelaskan Rakaat sholat tarawih menurut hadist sohih Nabi Muhammad SAW.

C.    Manfaat Penulisan adalah :
  1. Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah khasana keilmuan Islam khususnya tentang Shalat tarawih .
  2. Juga dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan dan dapat memberikan dorongan kepada kita semua Umat Muslimin & Muslimat dalam memperbanyak Ibadah dibulan Romadhon diantaranya sholat tarawih dengan tuntunan Rosulullah yang telah disabdakan pada beberapa hadist Sohihnya.


 BAB II
PEMBAHASAN
 A.    Pengertian Sholat Tarawi
Secara bahasa, kata tarawih (تراويح) adalah bentuk jama' dari  bentuk  tunggalnya,  yaitu  tarwihah  (ترويحة) Maknanya secara bahasa adalah istirahat. Tapi yang dimaksud adalah duduk  dengan  jeda  waktu  agak  lama  di  antara  rangkaian rakaat-rakat shalat itu. Secara  syariah,  shalat  tarawih  adalah  :  shalat  sunnah yang hanya dilakukan pada malam bulan Ramadhan, dengan dua-dua  rakaat,  dimana  para  ulama  berbeda  pendapat tentang jumlahnya.[1]
Shalat  tarawih  dikenal  sebagai  shalat  yang  dilakukan pada  malam  bulan  Ramadhan.  Dahulu  Rasulullah  SAW pernah melakukannya di masjid bersama dengan beberapa shahabat.  Namun  pada  malam  berikutnya,  jumlah  mereka menjadi  bertambah  banyak.  Dan  semakin  bertambah  lagi pada malam berikutnya. Sehingga kemudian Rasulullah SAW memutuskan untuk tidak  melakukannya  di  masjid  bersama  para  shahabat. Alasan  yang  dikemukakan  saat  itu  adalah  takut  shalat tarawih itu diwajibkan. Karena itu kemudian mereka shalat sendiri-sendiri. 

B.     Sejarah Sholat Tarawih
Shalat Tarawih merupakan Sunnah Abad yang dikerjakan oleh Ummat Islam pada Bulan Romadhon kemudian waktu  solat tarawih dilaksanakan pada waktu setelah isyak dan umumnya dilakukan secara berjamaah di Masjid. Fenomena yang terjadi bahwa ketika itu Rosulullah melakukan Solat Tarawih secara berjamaah.
          Dalam 3 kali kesempatan sejarah ini bermula pada waktu Rasulullah masuk Masjid pada malam tanggal 23 Romadhan tahun keduan Hijriah. kemudian Rosulullah melakukan Sholat. maka dari itu sholat tersebut dinamakan solat tarawih. Malam berikutnya pada tanggal 25, Rasulullah kembali ke masjid untuk melkukan Solat, pada saat itu para sahabat bertambah banyak. dan pada tanggal 27 Ramadhan juga melakukan solat. Kemudian malam-malam selanjutnya para sahabat menuggu untuk solat Tarawih, dan pada tanggal 29 Romadhon para sahabat menunggu nabi, ternyata nabi belum juga hadir.

Pada riwayat yang lain juga disebutkan Dahulu  Rasulullah  SAW  pernah  melakukan  shalat tarawih  di  Masjid  bersama  dengan  beberapa  shahabat. Namun  pada  malam  berikutnya,  jumlah  mereka  menjadi bertambah banyak. Dan semakin bertambah lagi pada malam berikutnya. Sehingga kemudian Rasulullah SAW memutuskan untuk tidak  melakukannya  di  masjid  bersama  para  shahabat. Alasan  yang  dikemukakan  saat  itu  adalah  takut  shalat tarawih itu diwajibkan. Karena itu kemudian mereka shalat sendiri-sendiri. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori sebagai berikut.

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepada saya 'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam keluar kamar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid. Maka orang-orang kemudian ikut shalat mengikuti shalat Beliau. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut sehingga pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan Beliau. Pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar untuk shalat dan mereka ikut shalat bersama Beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama'ah hingga akhirnya Beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah Beliau selesai shalat Fajar, Beliau menghadap kepada orang banyak kemudian Beliau membaca syahadat lalu bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya". Kemudian setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meninggal dunia, tradisi shalat (Tarawih) secara berjamaah terus berlangsung seperti itu.[2]

Hingga datang masa kekhalifahan Umar bin Al-Khattab yang  menghidupkan  lagi  sunnah  Nabi  tersebut  seraya mengomentari,”Ini  adalah  sebaik-baik  bid'ah”.  Maksudnya bid‘ah  secara  bahasa  yaitu  sesuatu  yang  tadinya tidak ada lalu diadakan kembali.  Semenjak  itu,  umat  Islam  hingga  hari  ini  melakukan shalat  yang  dikenal  dengan  sebutan  shalat  tarawih  secara berjamaah di masjid pada malam Ramadhan. 


C.    Dasar Hukum Solat Tarawih
Tradisi menjalankan ibadah shalat tarawih adalah tradisi yang  dilandasi  dengan  dalil-dalil  yang  Qath’i,  baik  secara sanad maupun secara dilalah. Shalat tarawih adalah sunnah Rasulullah  SAW  yang  kemudian  menjadi  tradisi  seluruh bangsa  muslim  di  dunia  untuk  melaksanakannya,  meski hukumnya bukan wajib tetapi sunnah. Dasaarnya adalah apa yang dikerjakan oleh Rasulullah
SAW : 
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepada saya 'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam keluar kamar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid. Maka orang-orang kemudian ikut shalat mengikuti shalat Beliau. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut sehingga pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan Beliau. Pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar untuk shalat dan mereka ikut shalat bersama Beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama'ah hingga akhirnya Beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah Beliau selesai shalat Fajar, Beliau menghadap kepada orang banyak kemudian Beliau membaca syahadat lalu bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya". Kemudian setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meninggal dunia, tradisi shalat Tarawih secara berjamaah terus berlangsung seperti itu.[3]

D.    Rakaat Sholat Tarawih & Pendapat Ulama’
Rakaat tarawih yang dikerjakan Rasulullah adakalanya 8 rakaat dan adakalanya sepuluh rakaat, tidak lebih dari pada itu. Sesudah itu menutup dengan sunnat witir, sehingga berjumlah sebelas rakaat.

Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah dari Aisyah RA.:
انه صلى الله عليه وسلم ماكان يزيد في رمضان ولا غيره على احدى عشرة ركعة
Bahwasanya nabi SAW. Tiada mengerjakan shalat malam, baik di ramadlan, maupun dilainnya, lebih dari sebelas raka’at.” (H.R. Al Bukhary dan Muslim[4]).
Diriwiyatkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dari Jabir R.A., :
انه صلعم صلى بهم ثماني ركعات والوتر فانتظروه في القابلة فلم يخرج اليهم .
Bahwasanya Nabi SAW. Mengerjakan shalat dengan mereka ( para sahabat) delapan raka’at dan mengerjakan witir. Kemudian mereka menanti kedatangan rasulullah di malam berikutnya, maka rasulullah tiada keluar masjid[5]

Diriwiyatkan oleh Abu Ya’la dan Ath Thabrany dari jabir, ujurnya :
“Ubay ibn Ka’ab datang kepada Rasulullah dan berkata : “Ya Rasulullah, saya telah berbuat sesuatu, semalam” ( hal ini terjadi dalam bulan Ramadlan). Nabi bertanya : “Apakah yang telah engkau lakukan itu?” ubay menjawab “ada beberapa orang wanita di rumahku berkata : kami tidak bisa membaca al-Quran ( kami tidak banyak menghafal surat-surat Al Qur’an ), maka kami tidak dapat mengerjakan shalat sebagaimana yang engkau kerjakan.” Karena itu sayapun bershalatlah dengan mereka, sebanyak delapan raka’aat dan kemudian saya berwitir, “mendengar itu Nabi SAW, tidak mengatakan apa-apa. Maka perbuatan Ubay itu menjadi suatu “Sunnatur Ridla’ ”.
          Ringkasanya, rakaat yang shas diperoleh dari Nabi SAW. Hanyalah delapan raka’at. Akan tetapi di masa Umar RA., ‘Utsman RA. Dan Ali RA dikerjakan dua puluh raka’at.
          Jumhur fuquha, baik dari golongan Hanafiyah, Syafiiyah, Hanabiliyah dan daud menetapkan demikian, yakni dua puluh raka’at. Demikian pulalah pendapat Ats Tsaury, Ibnul Mubarak dan Asyafi’iy.
          Malik berpendapat, bahwa bilangan raka’at, “Qiyamullail” 36 raka’at selain dari witir.
Kata Az-Zarqany: “Ibnul Hibban menerangkan, bahwa tarawih pada mulanya adalah sebelas raka’at. Para salaf mengejarkan shalat itu dengan memanjangkan bacaan. Kemudian mereka merasa berat, lalu mereka meringankan bacaan dan menambah rakaat; mereka mengerjakan sebanyak dua puluh raka’at dengan bacaan yang sederhana. Yang dua puluh itu adalah yang selain dari syafa’ dan witir. Dan terus meneruslah berlaku yang demikian.[6]
          Sebagai ulama’ berpadapat, bahwa : yang disunnatkan hanyalah sebelas rakaat beserta witir, yang selain daripadanya adalah mustahab ( sunnat yang tidak di muakkadahkan).
          Kata Al Kamal Ibnul Humam: dalil yang kita peroleh dalam masalah ini menghendaki atau menetapkan, bahwa yang sunnah dari yang dua puluh raka’at beserta witir, kemudian Nabi SAW, meninggalkannya, karena takut akan difarduhkan. Selain itu adalah mustahab. Dan telah diperoleh keterangan-keterangan yang nyata bahwa yang dikerjakan Nabi SAW, hanyalah sebelas rakaat beserta witir, sebagai yang isebut dalam Al-Bukhari-Muslim. Kalau demikian adalah yang disunnatkan menurut dasar ulama-ulama kami, hanyalah yang delapan rakaat, sedang dua belas rakaat, adalah mustahab. Adapun hadist yang diberitakan oleh ‘Abd. Ibn humaid dan Ath-Thabrany dari Abbas, :

ان رسولله صلى الله عليه وسلم يصلى في رمضان عشرين ركعة

Bahwasanya Rasulullah bershalat di bulan Ramadhan dua puluh raka’at.

Adalah riwayat yang diterima dari jalan Abi Syaibah Ibrahim Ibn Ustman. Abu Syaibah dilemahkan oleh Ahmad, Ibnu Ma’in, Al Bukhary, Muslim, Abu Daud, At-Thurmuudzy, An-Nasay dan lain-lainnya, serta dipandang seorang pendusta oleh Syu’bah. Bahkan hadist itu dihukum sauatu hadist munkar.
Berkata Al-Adzra’iy dalam Al-Mutawassith :
“Riwayat yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW, mengerjakan shalat di malam itu dua puluh rakaat adalah munkar”[7] .

دعوى انه صلى الله عليه وسلم صلى بهم في تلك اللية عشرين ركعة لم تصح, بل الثابت في الصحيح الصلاة من غير ذكر بالعدد

Mengatakan bahwa rasulullah Saw. Bershalat dengan para sahabat di malam itu dua puluh raka’at tiada shah  hanya yang ada di dalam kitab shahih , ialah Rasulullah SAW. Bershalat dengan tidak disebut bilangan raka’atnya[8]

Ringkasnya, tak ada sebuah hadist yang marfu’ untuk menetapkan bahwa bilangan raka’at tarwaih itu dua puluh. Demikian pula halnya hadist yang menerangkan, bahwa rasulullah SAW, bershalat di dalam masjid delapan rakaat, kemudian beliau mengerjakan dua belas lagi di rumahnya, adalah dlaif dan lemah.[9]  



 
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
a.       Dari uraian di atas dapat diambil suatu intisari bahwa sholat tarawih merupakan bentuk ibadah yang hanya  dilaksanakan pada saat bulan Romadhon dan Hukumnya sudah Qot’i ( Sunnah)
b.      Shalat tarawih boleh 8 rakaat, 4-4, kita akhiri 3 rakaat witir, atau 10 rakaat, 2-2 rakaat dan satu witir. Demikianlah di masa nabi dan abu bakar. Kemudian di masa umar diadikan 20 rakaat. Al Baihaqy telah mengumpulak semua riwayat-riwayat itu. Diriwiyatkan itu nyatalath bahwa para sahabat mula-mula mengerjakan 8 rakaat kemudian mereka mengerjakan 20 dengan witir 3 rakaat. Diterangkan oleh Asy Syaukani bahwa hadist-hadist yang kita peroleh dalam bab ini hanya menunjukkan kepada adanya qiyam Ramadlan, berjemaah atau bersendiri-sendiri. Maka menetapkan shalat yang disebut tarawih dengan dengan bilangan tertentu dan mengkhususkannya dengan bacaan tertentu tidak ada sunnahnya dari Nabi SAW.[10]


  
DAFTAR PUSTAKA
  1. Syafe’i Rahmat, Pedoman Shalat, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1950
  2. Sarawat Ahmad, Seri Fiqih Kehidupan Pengantar Fiqih, DU Publishing, Setiabudi Jakarta Selatan 12940. 2011
  3. Hadist Ekspolrer
  4. Kitab Subulus Salam


[1] Al Imam Annawawi, Al Majmu’ Syarah Al-Muhadzab Jilid 4 hal. 30 yang mengutip adalah Sarawat Ahmad, Seri Fiqih Kehidupan Pengantar Fiqih, DU Publishing, Setiabudi Jakarta Selatan hal. 538
[2] Hadisr Eksplorer
[3] Hadist Eksplorer
[4] Subulus Salam 2:12
[5] Ibid
[6] Pedoman Sholat 541-542
[7] Subulus Salam 2:10
[8] Subulus Salam 2:10
[9] Subulus Salam 2:10
[10] Buku Pedoman Sholat 538
 















































d